Monday, June 14, 2010

Soekarno ; Cermin Sejarah Revolusioner nan Visioner


Kebangetan banget deh kalau kita sampai tidak tahu Bung Karno, salah satu tokoh proklamator negeri ini. Saya tak akan member biodata beliau karena Anda lebih baik percaya pada Wikipedia atau Google. Hal yang menggerlitik relung batin saya untuk memasukkan Soekarno sebagai harta karun Indonesia adalah pemikirannya berpuluh tahun lalu yang seakan menjadi ramalan mumpuni dengan realita yang kita hadapi saat ini. Apa sih? Mungkin itu pertanyaan di benak Anda.
Saat pemilu tahun lalu menyeruak isu bernama NEOLIB singkatan dari Neo Liberalisme. Dalam bahasa kita artinya Liberalisme Baru. Soekarno dulu sering menyebutnya dengan Nekolim alias Neo Imperialisme dan Kolonialisme mengacu kepada penjajahan bangsa asing namun dengan gaya yang baru. Hal yang terlihat dalam visi kenegaraan Soekarno adalah penjajahan yang bukan lagi mengandalkan fisik namun lebih dahsyat dari itu yakni penjajahan secara politis dan diplomatis tentu dengan tujuan sama, menguasai dan merampok kekayaan negeri ini bagi kepentingan sang penjajah.
Dalam visinya tersebut dan tentu melalui pembelajaran sejarah nan panjang, Soekarno memandang bahwa penggabungan kekuatan dengan negara-negara bersumberdaya banyak, pernah mengalami penderitaan serupa dan semangat akan pembebasan yang sama akan membawa sebuah kekuatan baru di luar dominasi negara-negara Barat. Cina dan India adalah sekutu paling pas di kawasan Asia ditambah Mesir dan negara-negara Afrika lainnya serta blok timur Eropa serta negara-negara Amerika Latin yang dinilai memiliki persamaan-persamaan tadi. Bukan sekedar wacana namun visi ini terealisir dalam pertemuan-pertemuan penting yang menghasilkan blok baru dan mampu menakuti bangsa-bangsa yang mulai merasa kepentingannya akan terusik. Lihat saja Konferensi Asia Afrika serta berdirinya ‘blok’ Non Blok. Hebatnya lagi, jumlah anggota Non Blok melebihi jumlah anggota PBB sebagai perhimpunan internasional terbesar saat itu.
Tak kurang tokoh penting sehebat Nehru, Joseph Bros Tito bahkan Fidel Castro yang jelas menentang AS bergabung dalam sudut pandang politik yang sama yakni kemandirian dalam menegakkan kedaulatan dan martabat bangsa tanpa didikte oleh negara-negara Barat. Wadah Non Blok dan Konferensi Asia Afrika menjadi ornament sejarah yang tak bisa dilepaskan dari kiprah Soekarno yang tampil di barisan terdepan dan menjadi motivator dan inspirator bangsa lain untuk melawan penjajahan gaya baru ini.
Seiring berkembangnya jaman dan mencairnya kekuatan gerakan ini, kita dapat melihat bahkan merasakan (hanya saja mungkin tidak menyadari) apa yang disebut penjajahan gaya baru alias Neolib atau Nekolim itu berada tepat bersama kita saat ini. Kemiskinan hanyalah salah satu jepretan gambar realita kondisi sekarang, kesenjangan sosial menjadi faktor penting sebagai media penghambat bersatunya rakyat, harga diri bangsa di forum internasional tidak akan lebih tinggi dari cap dan embel-embel “Negara Berkembang”, “Dunia Ketiga” atau “Kuda Hitam perekonomian dunia”.
Sejak jatuhnya Soekarno, kiblat Indonesia sudah jelas menganga ke mana dan tunduk dengan tawaran-tawaran yang mereka ajukan. Sekelompok penjual negara sudah berkomplot dengan para perampok itu dengan membuka gerbang selebar-lebarnya untuk mengeruk kekayaan yang ada di perut ibu pertiwi. Coba lihat saja dari emas, minyak, tanaman bahkan saking kreatifnya negeri inipun menjual manusianya untuk menambah pundi-pundi negara. Apa yang dirasakan rakyatnya? Kemiskinan, marjinalitas, kebodohan, tak mudah mendapat akses kesehatan dan pendidikan bahkan tak jarang harus mati sia-sia. Pernahkah kita membayangkan di saat pagi bangun dengan segarnya, sebelum berangkat kerja kita masih mampu berolahraga sejenak, melihat berita, membaca gossip sambil menyantap hidangan sarapan sementara di saat yang sama di pojok tanah Merah Putih sebelah mana ada bayi sakit meninggal tak tertolong karena tiadanya tenaga kesehatan yang memadai. Atau di saat makan siang kita secara bersamaan ibu dan anaknya mengais-ngais sampah mencari apa saja untuk dimakan karena perutnya kosong sedari kemarin. Seusai kerja kita pulang ke rumah disambut lagi oleh TV, internet atau majalah sambil makan malam dan menyeruput secangkir teh hangat sementara di saat itu ada sekeluarga yang masih berjalan kaki mencari emperan lain karena terusir dari emperan sebelumnya. Kita dapat tertidur pulas sementara banyak rakyat yang lain harus melacur atau tertidur dengan hujan, debu dan nyamuk. Lalu emas, minyak dan devisa yang masuk dalam kas negara itu ke mana?
Realita ini sudah terlihat jauh sebelum kita mengalaminya. Tindakan pencegahan sudah dirintis oleh Soekarno di tengah banyaknya kontroversi terhadap dirinya. Kita tak sendiri, saudara senasib kita seperti Indiapun mengalami hal yang sama. Cina mampu mengerahkan kekuatannya sebagai negara berpenduduk terbesar dan menggali potensi untuk lebih mengembangkan negerinya sendiri, terbukti saat ini Cina mampu menghasilkan krisis pada Amerika akibat kebijakannya menghentikan ekspor ke negeri Paman Sam itu. Yugoslavia terpecah mengikuti arus sejarah kehancuran komunisme di Eropa. Kuba yang tetap menjalankan ajaran Soekarno dengan perspektif Marxisme-nya konsisten dalam embargo internasional selama berpuluh tahun dan tetap dapat hidup meskipun diisolir dari pergaulan dunia. Miskin boleh namun martabat Kuba sebagai pembangkang dan mampu berdikari harusnya bisa menjadi inspirasi kita untuk mulai menumbuhkan nasionalisme dan kebanggaan, sebangganya Soekarno pada tanah airnya hingga rela mati dalam kenistaan yang disasarkan padanya.
Pertanyaan kita sudah banyak, PR menumpuk untuk lebih mensejahterakan rakyat kita ada di tangan kita sendiri tentu dengan perannya masing-masing. Selama ini kepentinganlah yang menjadi alat pemecah di antara rakyat yang senantiasa ditimbulkan dengan menggunakan perbedaan SARA. Andaikan Soekarno dikasih hidup sekali lagi, pasti dia langsung mati karena tak tahan melihat keadaan yang ada saat ini. Yah, ini hanya gambaran pribadi saya lho.
Buah pikiran Soekarno yang harusnya menjadi pedoman kita baik secara pribadi dan berbangsa adalah berdikari yakni BERDIRI DI KAKI SENDIRI.
JAS MERAH : Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah
Semoga masa depan kita lebih baik. Amin…

p.s. Apakah sekarang kita sedang berdipari alias berdiri di kepala sendiri? Hehehe…

No comments:

Post a Comment