Tuesday, June 29, 2010

Kereta Parahyangan ; Ular Besi dengan Segudang Memori

Tepat pada tanggal 26 April 2010, kereta api Parahyangan melakukan rangkaian jadwal perjalanannya yang terakhir setelah lebih dari 30 tahun melayani perjalanan masyarakat dari Jakarta-Bandung dan sebaliknya. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia tentu tidak memiliki proximity dengan keberadaan kereta ini tetapi bagi mereka yang pernah ataupun sering bepergian menggunakan jasa KA Parahyangan tentu memiliki ikatan emosianal yang kental.
Pembukaan jalur tol Cipularang yang mempersingkat waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung telah membuka celah bagi menjamurnya usaha perjalanan dengan memakai minibus atau lebih sering disebut travel. Waktu tempuh inilah yang membuat banyak orang berpindah hati yang tadinya rajin menumpang KA Parahyangan berganti dengan travel meskipun harganya jauh lebih tinggi dibanding tarif kereta. Kondisi ini berakibat pada pemasukan KA Parahyangan yang sebelumnya menjadi idola masyarakat berubah menjadi moda alternatif jikalau kehabisan travel atau tidak ingin terkena macet di jalan tol. Harga tiketpun diturunkan sebanyak 30% dari semula namun tetap tidak sanggup meraih kembali pelanggan yang telah berbelot pada travel ataupun sudah lebih sering menggunakan kendaraan pribadinya. Kerugian menjadi tidak terhindarkan dan tepat 5 tahun dibukanya tol Cipularang, KA Parahyangan akhirnya menyerah dengan catatan kerugian yang banyak. Sepak terjangnyapun kini menjadi sejarah.
KA Parahyangan bukanlah satu-satunya kereta yang melayani Jakarta-Bandung PP, masih ada rangkaian kereta eksekutif bernama KA Argo Gede tentu dengan ongkos sedikit lebih mahal. KA Parahyangan juga memiliki gerbong eksekutif ber-AC selebihnya adalah gerbong kereta bisnis dengan kipas angin yang anginnya diganti melalui bolongnya kaca-kaca jendela atau sepoian semerbak rokok dari penumpang lain. Gerbong favorit saya tentu gerbong restorasi yang bisa duduk seperti di bar dan dekat dengan sumber makanan minuman serta ramainya orang.
Anda mungkin bertanya, apa sih istimewanya KA Parahyangan ini?
Dari pengalaman saya berkali menumpang KA Parahyangan, saya selalu memiliki teman ngobrol dan rata-rata hubungan singkat menjadi teman seperjalanan ini setidaknya saling meninggalkan nomor telepon. Perjalanan 3 jam ternyata menjadi durasi ideal dalam membuka suatu pertemanan baru. Saya bahkan dapat bertukar proyek pekerjaan dengan seseorang yang saya kenal di KA Parahyangan. Tidak membosankan dan sangat meninggalkan kesan. Ini berbeda ketika menumpang kereta dengan jarak tempuh yang jauh misalnya ke Yogya yang kurang lebih 10 jam atau Surabaya sekitar 12-13 jam. Sulit rasanya membayangkan Anda mengobrol selama itu. Dalam 3 jam anggap saja 2 jam Anda pergunakan untuk berbincang, banyak topic yang bisa Anda bahas dan bisa saling berbagi informasi maupun pengalaman. Anda mau tahu fakta lain yang tidak sedikit mengalaminya? Entah berapa banyak orang yang menemukan jodohnya di KA Parahyangan ini.
Naik KA Parahyangan juga memberikan suguhan pemandangan yang indah. Perbukitan hijau, kebun teh, jurang-jurang dan tentu jalur Cipularang dengan mobil-mobil melaju kencang akan menemani perjalanan. Terowongan dengan durasi 1 menit juga akan Anda nikmati meskipun sisa bau jelaga mesin kereta akan terhirup tetapi Anda sedang melewati peninggalan Belanda yang dibangun dengan sejarah darah kerja rodi yang dikucurkan pendahulu kita lebih dari 100 tahun lalu. Satu hal yang pasti adalah jalur ini anti macet. Bersiaplah mentertawakan mobil-mobil yang terjebak macet di tol Cipularang dari dalam kereta.
Kalau sering menggunakannya, Anda akan mengenal para awak kereta yang khas dengan keramahan mereka. Tidak sulit bagi mereka untuk mengenali para penumpangnya meskipun mereka melihat Anda untuk kali kedua menumpang di kereta yang sama. Kebanyakan dalam perjalanan yang saya tumpangi, saya rela membiarkan tempat duduk jatah saya kosong dan memilih berada dalam kereta makan (restorasi) karena suasananya akrab dan bisa mengobrol dengan penumpang lain berikut awak kereta.
Dalam KA Parahyangan disediakan juga makanan dan minuman dengan harga yah tidak terlalu mahal. Soal rasa tidak mengecewakan juga. Keakraban yang saya rasakan ini pulalah yang saya yakini telah menjadi memori tersendiri bagi banyak orang. Saya pernah menemukan salah satu petugas kereta yang telah bekerja selama belasan tahun. Tidak terlalu tua namun berbicara dengannya jauh terasa nyaman dibanding berdebat dengan anggota DPR dalam membicarakan masalah negara. Sangat cerdas jika kita mengukur dari kedudukan dia sebagai seorang PNS di perusahaan umum kereta api. Tak jarang saya mendapatkan minuman gratis alias tanpa bayar jika para awak dapur terlihat enjoy mengobrol dengan saya. Kali lain saya bisa mengobrol dengan mahasiswa, orang tua, pensiunan tentara, Paspampres, pekerja IT, polisi, mba-mba kantoran, penyanyi kafe, ibu rumah tangga, siapa saja. Pengalaman dan cerita-cerita dari banyak orang inilah yang selalu saya syukuri.
Dosa yang pernah beberapa kali saya perbuat adalah tidak membeli karcis. Heheheheehe… Tidak baik ditiru namun terkadang jika loket penjualan telah tutup dan kereta terakhir masih tersedia mau tidak mau kita harus membayar di belakang dan ssssttt… lebih murah lho. Dulu saya melakukannya agar membayar lebih murah karena tiket sekitar 4-5 tahun lalu masih 45 ribu rupiah. Dengan kongkalikong saya cukup membayar antara 25-30 ribu rupiah. Pernah suatu ketika saya ingin berbuat lagi tetapi kondektur langganan saya memberitahukan bahwa aka nada razia penumpang di stasiun Purwakarta jadi saya harus punya karcis yang masih tersedia di tangannya tentu dengan harga normal, kalau tertangkap dendanya bukan main-main. 2 kali harga tiket perjalanan tersebut. Wah, saya tanya alternatif lain (karena tetap pengen murah) dan pak kondektur bilang saya kalau berhasil ngumpet sewaktu razia ya saya cukup bayar tarif belakang. Saya ambil resiko dan benar saja di stasiun Purwakarta kereta terhenti cukup lama. Belasan petugas termasuk Polsuska (Polisi Khusus KA) menggeledah setiap penumpang tanpa luput dan saya di mana? Ngumpet di ruang mesin bersama 1 orang nekat lainnya. Kami berdua dibantu salah seorang petugas cleaning service masuk ke dalam. Deru mesin memang bikin pusing tapi demi iritnya berongkos dan tentu hilangnya separuh harga diri kami tetap bersembunyi ala pejuang Indonesia diserang Kompeni. Setelah kereta berjalan barulah kami kembali ke gerbong diiringi tatapan orang-orang yang kami lewati. Jangan ditiru yah…
Setelah tol Cipularang dibuka, saya sendiri lebih banyak menggunakan mobil jika menuju Bandung. Setelah sekian lama akhirnya saya mencoba naik kereta lagi dan saya kaget ternyata harganya sudah jauh berkurang. Resmi, tanpa macet, pemandangan indah dan tentu saya tak perlu takut dirazia. Lumayan sedih juga melihat kursi penumpang yang banyak melompong bahkan di kala akhir pecan tidak lagi seramai dulu. Saya mengobrol dengan petugas yang ada dan mereka mengeluhkan kesepian ini. Tidak seperti dulu lagi paling hanya pelanggan setia saja yang rajin menumpang KA Parahyangan ini. Saya hanya berspekulasi saat itu bahwa tidak mungkin kerugian ini akan terus menerus ditanggung.
Di awal April terbetik kabar soal penutupan rute KA Parahyangan dan sontak saja menjadi ramai dibicarakan. Jadwal pemberangkatan kereta pengganti yakni KA Argo Parahyangan sudah ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 April 2010 artinya, sehari sebelumnya adalah perjalanan terakhir dari KA Parahyangan. Berbagai milis, status jejaring sosial ataupun pemberitaan media mulai berlomba menyampaikan kesan akan kereta yang sebentar lagi akan stop beroperasi. Klub fotografi, klub pecinta kereta ataupun pelanggan setia sudah ancang-ancang membeli tiket hari terakhir dan akan memadu kasih dengan kereta kesayangan ini. Benar saja pada tanggal 26 April 2010 pemberangkatan terakhir baik dari stasiun Gambir maupun dari stasiun Bandung diiringi dengan berbagai ekspresi dan juga air mata. Bukan kesedihan saja yang tergambar tetapi bagaimana orang begitu menyayangi kereta ini dengan kesan dan memori masing-masing bahkan dengan perubahan nasib yang didapat di KA Parahyangan. Tandatangan kondektur diburu layaknya superstar, foto bersama kereta dan awak kereta juga menjadi agenda wajib dan selama perjalanan di kereta para penumpang berbaur menjadi satu dalam kegembiraan komunal dan berubah menjadi keharuan ketika roda-roda besi itu mendekati tujuan akhir.
Ya, KA Parahyangan terakhir itu akhirnya berhenti di stasiun Bandung menandai berakhirnya sebuah perjalanan panjang. Malam yang menjadi saksi saat itu seakan menambah kelabu suasana jiwa para penumpang yang turun dengan berat hati. Melihat dan melambaikan tangan untuk pada kereta yang telah berjasa mengantarkan orang-orang mencapai tujuannya masing-masing.. terakhir kalinya…

p.s. Khusus untuk cerita ngemplang bayar karcis, jangan ditiru yah.. Saya minta maaf atas kesalahan saya…
Saat ini kereta Parahyangan sudah berganti rute menjadi KA Malabar yang melayani jalur Bandung-Malang PP. Anda masih dapat menikmati perjalan Jakarta-Bandung PP dengan menggunakan KA Argo Parahyangan, tidak berbeda kok dengan KA Parahyangan tetapi jadwal keberangkatan lebih sedikit dibanding dulu. Moga bermanfaat..

No comments:

Post a Comment