Friday, June 18, 2010

Mending bayar Goceng ah; Simbiosis mutualisme keberadaan DVD bajakan

Bajak laut yang sering merompak dan merampok kapal-kapal sudah menjadi ancaman bersama bagi orang-orang di komunitas samudera. Kapal-kapal kerap kali mewaspadai kehadiran para pembajak yang dikenal tidak segan-segan melukai korbannya. Kita mungkin jarang bertemu mereka tetapi entah Anda sadari atau tidak, kita sudah tidak asing sebenarnya dengan pembajakan. Bukan mustahil juga kitapun menjadi pembajak.
Mengunduh atau sering disebut men-download adalah aktifitas yang sudah sering kita lakukan. Lagu, film, foto adalah hal yang paling sering menjadi objek pengunduhan. Lagu misalnya, hanya dengan mengakses situs-situs tertentu kita sudah gampang mendapatkan lagu yang kita mau. Kita tidak menyadari bahwa tindakan ini merupakan pembajakan kepada hak kekayaan intelektual seseorang. Seharusnya kita menghargai dengan membeli CD albumnya pertanda kita benar-benar memiliki apresiasi terhadap suatu karya.

Saya teringat ketika jaman masih jadul. Saya adalah seorang yang selalu ingin membeli kaset dan rasanya nyaman sekali memiliki koleksi album kesayangan. Lebih senang lagi jika disisipin lirik dari lagu-lagu di album tersebut. Beda dengan saat ini, pertukaran data sudah menjadi aktifitas jamak masyarakat kita. Kemajuan teknologi yang menelurkan berbagai media penyebaran data seperti komputer, ponsel, flashdisk, blootooth dan sebagainya sudah menjadi saluran yang tak terelakkan. Di masa lalu jika saya ingin meng-copy lagu saya harus punya kaset copy-an dan tentu direkam secara real time. Kalau sekarang kan dalam 1 menit kita sudah bisa memiliki puluhan bahkan ratusan data/file sekaligus.

Fenomena lain yang tidak kalah menarik ataupun sudah basi mungkin adalah perdagangan DVD bajakan. Jika kita menilik harga sebuah kepingan DVD original di toko resmi maka harganya tidak tanggung-tanggung yaitu sebesar 125 ribu rupiah. Harga yang sangat besar untuk menikmati tayangan film yang kita suka. Kalkulasi logis masyarakat yang membutuhi hiburan tentu akan lebih memilih kualitas satunya yang hanya berharga 5 ribu rupiah. Dengan 1 harga DVD asli kita sudah bisa mendapatkan 25 keping DVD bajakan atau 5 season sebuah serial. Harga inilah yang mendorong masyarakat berbondong memilih yang bajakan. Istilahnya, goceng aja udah puas…

Menonton di bioskop tidak diakses oleh semua lapisan masyarakat. Orang berbondong ke bioskop hanya untuk menonton film yang memang ditunggu atau sedang menjadi tren fenomenal. Nomat alias nonton hemat masih menjadi jadwal yang diincar oleh banyak orang selain akhir pekan sebagai ajang santai dan malam minggu. Tetap saja tidak mengurangi minat masyarakat untuk berlangganan dengan abang-abang DVD bajakan.

Himbauan dan kampanye yang dilakukan berbagai pihak untuk stop pembajakan tampaknya tidak berhasil karena kalah dengan daya beli masyarakat. Sosialisasi ini tidak berhenti, bahkan jika Anda menyadari bahwa kampanye anti pembajakan justru tertulis di cover DVD bajakan. Ironis memang! Lalu letak permasalahannya ada di mana? Hukum ekonomi yang berlaku adalah jika permintaan tinggi maka akan selalu ada pengadaan barang, begitupun yang terjadi dengan maraknya DVD bajakan. Masyarakat kita masih belum memiliki sense dalam menghargai suatu karya dan ini didukung pula oleh ketersediaan barang yang diinginkan oleh masyarakat.

Bagi saya, entah bagi Anda, negeri ini sudah sangat stressful kondisi masyarakatnya. Kehausan akan hiburan membuat celah-celah ekonomis baru. Kalau kita hitung-hitungan dengan adanya DVD bajakan, pedagang dan pembeli untung dan yang rugi hanyalah si empunya karya (dan berkurangnya pajak penerimaan negara). Susah mau menyalahkan siapa karena siklus krisis ini memang saling berkaitan. Daya beli lemah dipenuhi dengan harga yang terjangkau serta kualitas DVD bajakan sudah lumayan bagus dan tidak menyebabkan keluhan bagi penonton. Hebatnya lagi, tidak jarang pembeli memberikan garansi seandainya DVD itu rusak atau tidak bisa diputar. Dalam istilah kejamnya, kerugian bagi penghasil karya bukanlah hal yang dekat dengan perhatian dan jauh dari kepedulian kita.

Anda pasti bertanya, “Penulis ini macam suci saja sih? Emang situ ga pernah beli DVD bajakan apah?”. Ya, benar saya adalah salah satu pembajak itu. Mau bilang apa, saya sanggupnya cuma 5 ribu rupiah. Hehehe.. Ya, tetap saja tindakan saya ataupun Anda-anda ini tidak benar. Bagi saya hukum masalah nomor sekian, apresiasi terhadap penghasil karya seni itulah yang tidak boleh lepas dari kepedulian kita. Coba diciptakan slogan “Beli asli bermartabat, beli bajakan ya bertobat”, apakah aka nada perubahan? Hehehe.. Saya ragu mengingat budaya malu sudah tipis dalam karakter kita.
Maju terus karya seni anak bangsa…

p.s. Mudah-mudahan ada rezeki jadi saya bisa berhenti beli bajakan. Mungkinkah..?

No comments:

Post a Comment